Monday, December 3, 2018

Hibah Barang dan Jasa ke Masyarakat

Pemerintah Kota Depok TA 2017 telah mengganggarkan Belanja Hibah Barang dan Jasa yang diserahkan Kepada Pihak Ketiga/Masyarakat sebesar Rp10.282.294.134,00 dan telah merealisasikan sebesar Rp9.454.614.984,00 atau 91,95%

Pemberian Hibah Barang dan Jasa yang Diserahkan Kepada Pihak Ketiga/Masyarakat Tidak Dilengkapi dengan NPHD

Mekanisme permohonan hibah barang dimulai dengan usulan tertulis/proposal dari calon penerima hibah barang dilengkapi dengan syarat yang telah ditentukan. Proposal ditujukan kepada Walikota Depok melalui Organisasi Perangkat Daerah (OPD) teknis terkait.
Walikota memerintahkan Kepala OPD terkait untuk melakukan evaluasi, penilaian dan peninjauan lapangan kepada calon penerima hibah barang. Kepala OPD membuat laporan evaluasi dan rekomendasi kepada Walikota. Berdasarkan hasil evaluasi dan rekomendasi, Walikota memerintahkan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk memberikan pertimbangan berdasarkan kesesuaian tujuan hibah barang dan kemampuan keuangan daerah. Hasil pertimbangan TAPD disampaikan kepada Walikota untuk disetujui. Persetujuan Walikota menjadi dasar pencantuman alokasi angaran belanja hibah dalam rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Selanjutnya, hibah barang dianggarkan dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) OPD terkait. Berdasarkan APBD, Kepala OPD mengusulkan penetapan penerima hibah barang kepada Walikota. Selanjutnya Walikota menetapkan penerima hibah barang dengan Keputusan Walikota. 

Setiap pemberian hibah dituangkan dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang ditandatangani bersama oleh Kepala OPD terkait dan calon penerima hibah barang.
Calon penerima hibah barang mengajukan proposal permintaan barang kepada Kepala OPD terkait dilengkapi dengan syarat yang telah ditentukan. OPD melaksanakan pengadaan barang untuk kemudian diserahkan kepada penerima hibah barang dengan Berita Acara Serah Terima (BAST).

Dari data dokumen belanja hibah barang pada 13 OPD diketahui bahwa nilai realisasi telah sesuai dengan bukti yang disampaikan. Namun terdapat beberapa belanja hibah barang yang belum dilengkapi dengan NPHD pada delapan OPD.

Masing-masing OPD yang belum melengkapi dengan NPHD diketahui bahwa hibah barang hanya dilengkapi dengan BAST. Realisasi belanja hibah barang yang tidak dilengkapi dengan NPHD sebagai berikut:

No. Organisasi Perangkat Daerah (OPD ) Nilai (Rp) 
1Dinas Kearsipan dan Perpustakaan 42.510.000,00
2Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan   99.000.000,00
3Dinas Perumahan dan Permukiman 2.363.101.224,00
4Dinas Sosial 48.500.000,00
5Kecamatan Cimanggis 101.550.000,00
6Kecamatan Cipayung 30.400.000,00
7Kecamatan Pancoran Mas 10.736.000,00
8Kecamatan Tapos290.354.400,00
Jumlah2.986.151.624,00
Sumber: Dokumen pertanggungjawaban Belanja Hibah

Hal tersebut mengakibatkan hak dan kewajiban penerima hibah atas pemberian hibah barang dan jasa tidak tertuang secara jelas.

Hal tersebut disebabkan oleh:

a. Kepala OPD belum memedomani Peraturan Walikota terkait NPHD pada saat pemberian hibah barang kepada penerima yang berhak; dan

b. PPTK terkait kegiatan pemberian hibah barang tidak mengusulkan draft NPHD kepada Kepala OPD masing-masing.

Hal tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011, Pasal 13, pada:

1) Ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap pemberian hibah dituangkan dalam NPHD yang ditandatangani bersama pejabat berwenang dan penerima hibah;

2) Ayat (2) yang menyatakan bahwa NPHD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat ketentuan mengenai:
a) Pemberi dan penerima hibah;
b) Tujuan pemberian hibah;
c) Besara/rincian penggunaan hibah yang akan diterima;
d) Hak dan kewajiban;
e) Tatacara penyaluran/penyerahan hibah;
f) Tatacara pelaporan hibah;

3) Ayat (3) yang menyatakan kepala daerah dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani NPHD;

b. Peraturan Walikota Nomor 26 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian dan Pertanggungjawaban Hibah, Pasal 18 pada:
1) Ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap pemberian hibah dituangkan dalam NPHD yang ditandatangani bersama pejabat berwenang dan penerima hibah;

2) Ayat (2) yang menyatakan bahwa NPHD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat ketentuan mengenai:
 a) Pemberi dan penerima hibah;
b) Tujuan pemberian hibah;
c) Besara/rincian penggunaan hibah yang akan diterima;
d) Hak dan kewajiban;
 e) Tatacara penyaluran/penyerahan hibah;
f) Tatacara pelaporan hibah;

3) Ayat (3) yang menyatakan bahwa pejabat yang memiliki wewenang untuk menandatangani NPHD adalah:
a. Belanja Hibah dalam bentuk uang ditandatangani oleh Walikota Depok;
b. Belanja Hibah BOS untuk sekolah swasta, NPHD ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan;
c. Belanja hibah dalam bentuk barang, NPHD ditandatangani oleh Kepala OPD terkait sesuai Pasal 9 ayat (3);
d. Penyaluran/penyerahan hibah dari pemerintah daerah kepada penerima hibah dilakukan setelah penandatanganan NPHD

Selisih realisasi pembayaran iuran PBI

Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), mengamanatkan pemerintah menyediakan kepastian jaminan kesehatan sebagai salah satu kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap penduduk di wilayahnya. Dalam melaksanakan SJSN, DPR dan pemerintah telah menerbitkan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.

Kepesertaan BPJS Kesehatan terbagi menjadi dua kelompok yaitu:
a. Peserta PBI: Peserta PBI adalah masyarakat miskin dan tidak mampu, dimana iurannya dibayarkan oleh pemerintah.

b. Peserta bukan Penerima Bantuan Iuran (non-PBI): 1) Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya; 2) Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya; 3) Bukan pekerja dan anggota keluarganya.

Berdasarkan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Jaminan Kesehatan, pada:
a. Pasal 16 ayat (1a) menyatakan bahwa iuran jaminan kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah dibayar oleh pemerintah daerah;
b. Pasal 16A ayat (1) menyatakan bahwa iuran jaminan kesehatan bagi peserta PBI Jaminan Kesehatan serta penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah sebesar Rp23.000,00 (dua puluh tiga ribu rupiah) per orang per bulan.

Dalam rangka menyediakan kepastian jaminan kesehatan sebagai salah satu kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap penduduk di wilayahnya, Pemerintah Kota Depok telah melaksanakan kegiatan Pembiayaan Kesehatan PBI Jaminan Kesehatan melalui kerjasama dengan BPJS Kesehatan Cabang Depok.  Kerjasama pada TA 2017 berdasarkan Perjanjian Kerjasama Nomor 440/9070/UM/XII/2016 dan Nomor 163/KTR/IV-09/1216 tanggal 20 Desember 2016 tentang Kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Nasional bagi Penduduk yang Didaftarkan oleh Pemerintah Kota Depok Tahun 2017 yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Kesehatan dan Kepala BPJS Kesehatan Cabang Depok.

Dinas Kesehatan pada TA 2017 telah melakukan pembayaran iuran PBI Jaminan Kesehatan sebesar Rp40.438.692.000,00

Walikota Depok telah menetapkan peserta PBI Jaminan Kesehatan sebesar  40.524.712.000,00

terdapat selisih nilai antara realisasi pembayaran iuran PBI Jaminan Kesehatan dengan penetapan peserta oleh Walikota sebesar Rp494.086.000,00. 

Hal tersebut mengakibatkan pemborosan atas pembayaran PBI Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan Cabang Depok sebesar Rp494.086.000,00.
Hal tersebut disebabkan oleh:

a. Kepala Dinas Kesehatan belum menetapkan mekanisme rekonsiliasi data kepesertaan PBI BPJS dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil; dan

b. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) belum melakukan proses pemutakhiran data peserta PBI Jaminan Kesehatan sebelum melakukan pembayaran ke BPJS Kota Depok

Hal tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Walikota Nomor 21 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Bagi Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan, pada Pasal 4 ayat (7) yang menyatakan bahwa kepesertaan PBI jaminan kesehatan berakhir apabila peserta meninggal dunia, pindah keluar Kota Depok, tidak memenuhi persyaratan sebagai peserta PBI jaminan kesehatan dan/atau memiliki kartu ganda;

b. Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Kota Depok dengan BPJS Kesehatan Cabang Depok Nomor 440/9070/UM/XII/2016 dan Nomor 163/KTR/IV-09/1216 tanggal 20 Desember 2016 tentang Kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Nasional bagi Penduduk yang Didaftarkan oleh Pemerintah Kota Depok Tahun 2017, pada:
1) Pasal 5 ayat (3) tentang Kewajiban Pihak Kesatu (dhi. Pemerintah kota Depok), pada: a) Huruf b yang menyatakan bahwa daftar peserta yang diberikan kepada Pihak Kedua (dhi. BPJS Kesehatan Cabang Depok) adalah benar dan akurat sesuai dengan format data yang telah ditetapkan; b) Huruf c yang menyatakan bahwa daftar peserta yang memenuhi ketentuan yang ditetapkan Pihak Kedua, termasuk daftar peserta tambahan dan/atau mutasi peserta (by name by address);

2) Pasal 6, pada:
a) Ayat 4 yang menyatakan bahwa peserta selama jangka waktu perjanjian dapat berubah karena adanya mutasi peserta yang diberitahukan secara tertulis oleh Pihak kesatu kepada pihak kedua paling lambat tanggal 20 setiap bulan;
b) Ayat 5 yang menyatakan bahwa perubahan peserta karena mutasi peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku efektif pada tanggal 1 bulan berikutnya;
c) Ayat 6 angka 3 yang menyatakan bahwa pengurangan peserta dan/atau penggantian peserta karena salah satu sebab dibawah ini antara lain pindah tempat tinggal ke luar wilayah Kota Depok, dengan melampirkan surat keterangan pindah dari pejabat yang berwenang


Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi TA 2017

Pemerintah Kota Depok pada TA 2017 telah menganggarkan pendapatan Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi sebesar Rp551.157.707,00 pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), namun realisasi atas anggaran tersebut nihil.
terdapat 434 titik menara telekomunikasi yang dimiliki oleh enam provider yang telah memiliki informasi lengkap berupa titik koordinat, alamat lokasi, ketinggian menara, dan informasi IMB adalah sebanyak 246 titik menara, sedangkan sisanya sebanyak 188 titik menara belum seluruhnya memiliki informasi lengkap khususnya terkait ketinggian menara

Berdasarkan hasil perhitungan Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi TA 2017 atas 246 menara yang telah memiliki informasi lengkap diketahui potensi retribusi belum terpungut sebesar Rp1.045.000.744,40, dengan rincian sebagai berikut

No Nama Perusahaan Jumlah Menara Retribusi Terutang (Rp) 
1PT TPP 26.286.664,00
2PT TBG 52264.039.888,00
3PT STP 68318.262.386,00
4PT P124456.411.806,40
Jumlah 2461.045.000.744,40
1PT T97Informasi tidak lengkap 
2PT I91Informasi tidak lengkap 
Jumlah 
188


Tidak terdapatnya realisasi Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi disebabkan hal-hal sebagai berikut.
a. Perpindahan kewenangan pemungutan Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi dari Dinas Komunikasi & Informatika menjadi kewenangan  Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu  DPMPTSP
b. Belum terdapat Prosedur Operasional Standar (POS) atas proses penghitungan s.d. penerbitan SKRD Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi pada DPMPTSP dan belum terdapat pembagian kewenangan terkait bidang atau bagian mana yang menangani retribusi tersebut;
c. Data jumlah menara telekomunikasi di wilayah Kota Depok belum pernah dimutakhirkan sejak tahun 2015, mengingat pemungutan atas retribusi dihentikan sementara sampai dengan terbit ketentuan terkait tarif baru retribusi.

Hal tersebut tidak sesuai dengan:
a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada:
1) Pasal 109 yang menyatakan bahwa Objek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan;

 2) Pasal 110 ayat (1) huruf n yang menyatakan bahwa salah satu jenis Retribusi Jasa Umum adalah Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi;

3) Pasal 124 yang menyatakan bahwa Objek Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) huruf n adalah pemanfaatan ruang untuk  menara telekomunikasi dengan memperhatikan aspek tata ruang, keamanan, dan kepentingan umum.

b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pada Pasal 122 ayat (2) yang menyatakan bahwa setiap SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima pendapatan daerah wajib melaksanakan pemungutan dan/atau penerimaan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

c. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2011 tentang Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi, pada Pasal 4 ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa:
 1) Subyek Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi adalah orang pribadi atau badan yang memanfaatkan ruang untuk menara telekomunikasi;
2) Wajib Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi



Pengendalian atas Pengelolaan Kas DEPOK

Bendahara Pengeluaran (BP)adalah pejabat fungsional yang ditunjuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja daerah dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Penunjukkan Bendahara Pengeluaran dilakukan melalui Keputusan Kepala Daerah dan secara fungsional bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Pejabat Penatausahaan Keuangan Daerah (PPKD) selaku Bendahara Umum Daerah (BUD).
Dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsinya, Bendahara Pengeluaran dapat dibantu oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP)dengan mempertimbangkan tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya.
Pemerintah Kota Depok dalam melaksanakan fungsi eksekutifnya dibantu oleh perangkat daerah yang terdiri atas :
  • 2 Sekretariat, 
  • 18 Dinas,
  • 34 Badan, 
  • 13 Kantor, 
  • 1 RSUD dan
  • 1  Inspektorat atau
  •  total 38 SKPD. 
Masing-masing SKPD tersebut melaksanakan anggaran belanja daerah sesuai dengan urusan dan kewenangannya yang dipimpin oleh Kepala SKPD dibantu Kepala Bidang dan pejabat fungsional. 
Pemeriksaan terhadap pengelolaan kas atas Uang Persediaan (UP), Ganti Uang  (GU) dan Tambah Uang (TU) pada Bendahara Pengeluaran (BP) dan Bendahara pengeluaran Pembantu (BPP) pada 38 SKPD Kota Depok, diketahui hal-hal sebagai berikut.

1) Terdapat keterlambatan penyetoran sisa UP dan TU TA 2017 sebesar Rp206.149.104,00
Dalam rangka pelaksanaan tugas SKPD, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran diberikan UP yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran. Besaran UP masing-masing SKPD ditetapkan dalam Keputusan Walikota dengan mempertimbangkan besaran pagu belanja pada DPA masing-masing SKPD. Pemerintah Kota Depok pada TA 2017 telah memberikan UP kepada 38 SKPD sebesar Rp13.651.000.000,00. Ketentuan batas tertinggi nilai UP untuk masing-masing pengelola UP ditetapkan melalui Keputusan Walikota Nomor 01 Tahun 2017 tentang Ketentuan Besaran Uang Persediaan TA 2017.

NoSKPD Sisa UPSisa TU Saldo
1Dinas Pendidikan 158.271.500,00158.271.500,00
2Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang4.328.449,004.328.449,00
3Dinas Tenaga Kerja 1.215.600,001.215.600,00
4Dinas Perhubungan28.983.537,0028.983.537,00
5Dinas Komunikasi dan Informatika 1818
6Kecamatan Cilodong13.350.000,0013.350.000,00
Jumlah 47.877.604,00158.271.500,00206.149.104,00

Saldo sisa UP dan TU di atas merupakan sisa UP dan TU Tahun Anggaran 2017 yang belum disetorkan ke Kas Daerah sampai dengan 31 Desember 2017. Sesuai ketentuan, pertanggungjawaban atas UP/TU harus disampaikan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan untuk akhir tahun pada tanggal 31 Desember tahun berkenaan.
penatausahaan pertanggungjawaban GU/TU dan sisa kas pelimpahan GU/TU pada BPP diketahui hal-hal sebagai berikut.
a) Sisa kas pelimpahan GU tidak disetorkan kembali kepada BP, sehingga mengendap sebagai sisa saldo kas di BPP dan/atau disetorkan langsung ke Kas Daerah setelah kegiatan selesai dilaksanakan. Hal ini mengakibatkan BP tidak dapat mengisi uang persediaan secara penuh (tidak sebesar UP awal); 

b) Penginputan SPJ atas GU dan/atau TU oleh BPP tidak berdasarkan SPJ yang sebenarnya atas kegiatan yang telah dilaksanakan, namun menginput seluruh realisasi belanja berdasarkan anggaran (dianggap seluruhnya digunakan). Hal ini mengakibatkan posisi saldo kas di BKU nihil, sehingga apabila SPJ riil telah diterima dan terdapat sisa, tidak dapat dideteksi pada BKU.

Penginputan realisasi belanja yang tidak berdasarkan SPJ riil tersebut dilakukan untuk memenuhi tenggat waktu pertanggungjawaban yang tidak boleh melebihi tanggal 10 bulan berikutnya. Namun, pada saat SPJ riil telah diterima dan diketahui terdapat sisa GU/TU, BPP menyetorkan sisa GU/TU tersebut ke Kas Daerah sebagai pengembalian belanja (contra pos). Hal ini mengakibatkan Bidang Akuntansi dan Data Keuangan tidak dapat mengidentifikasi dengan pasti, setoran mana yang merupakan sisa UP/TU/LS

c) Bendahara Pengeluaran SKPD, hanya mengelola Belanja Tidak Langsung berupa gaji dan/atau tambahan penghasilan pegawai, sedangkan pembayaran kegiatan seluruhnya dilakukan melalui BPP.

d) BPP sebagai perpanjangan tangan dari BP diberikan kewenangan mengelola pembayaran kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya. Pembagian kegiatan yang menjadi kewenangan masing-masing BPP diatur dalam Surat Keputusan Walikota Depok tentang Penetapan Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu pada 38 SKPD. Jumlah BPP pada Pemerintah Kota Depok yaitu sebanyak 305 BPP yang dikoordinasi oleh 38 BP, Pemeriksaan terhadap laporan pertanggungjawaban pada BPP berupa BKU, Buku Pajak dan Buku Pengeluaran per Rincian Objek melalui aplikasi SIPKD diketahui bahwa atas laporan pertanggungjawaban tersebut tidak terdapat verifikasi, evaluasi dan analisis yang seharusnya dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran sebagai koordinator BPP. Hal ini bertujuan untuk memantau pengelolaan kas yang dilakukan oleh BPP agar ditatausahakan sesuai ketentuan dan untuk memastikan bahwa seluruh pengeluaran telah didukung bukti yang memadai.

e) Sesuai ketentuan, BP melakukan pemeriksaan kas yang dikelola oleh BPP sekurang-kurangnya satu kali dalam tiga bulan, dan menuangkannya dalam Berita Acara Pemeriksaan Kas. Ternyata bahwa  bahwa Bendahara Pengeluaran sebagai pejabat fungsional yang membawahi BPP, tidak pernah melakukan pemeriksaan kas yang dikelola oleh BPP. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemantauan atas pengelolaan kas pada masing-masing BPP masih belum memadai.

Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, pada:
a. Pasal 220,
1) Ayat (1) yang menyatakan bahwa bendahara pengeluaran secara administratif wajib mempertanggungjawabkan penggunaan uang persediaan/ganti uang persediaan/tambah uang persediaan kepada kepala SKPD melalui PPK-SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya;
2) Ayat (8) yang menyatakan bahwa untuk tertib laporan pertanggungjawaban pada akhir tahun anggaran, pertanggungjawaban pengeluaran dana bulan Desember disampaikan paling lambat tanggal 31 Desember.

b. Pasal 222,
1) Ayat (1) yang menyatakan bahwa Bendahara Pengeluaran Pembantu dapat ditunjuk berdasarkan pertimbangan tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya.
2) Ayat (2) yang menyatakan bahwa Bendahara Pengeluaran Pembantu wajib menyelenggarakan penatausahaan terhadap seluruh pengeluaran yang menjadi tanggung jawabnya.
3) Ayat (3) yang menyatakan bahwa dokumen-dokumen yang digunakan oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu dalam menatausahakan pengeluaran mencakup: a) Buku Kas Umum; b) Buku Pajak PPN/PPh; dan c) Buku Panjar.
4) Ayat (4) yang menyatakan bahwa Bendahara Pengeluaran Pembantu dalam melakukan penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan bukti pengeluaran yang sah.
5) Ayat (5) yang menyatakan bahwa Bendahara Pengeluaran Pembantu wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengeluaran kepada Bendahara Pengeluaran paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya.
6) Ayat (6) yang menyatakan bahwa Laporan pertanggungjawaban pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) mencakup: a) Buku Kas Umum; b) Buku Pajak PPN/PPh; dan  c) Bukti pengeluaran yang sah.
7) Ayat (7) yang menyatakan bahwa Bendahara Pengeluaran melakukan verifikasi, evaluasi dan analisis atas laporan pertanggungjawaban pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (6).

c. Pasal 223,
1) Ayat (1) yang menyatakan bahwa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran melakukan pemeriksaan kas yang dikelola oleh Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan;
2) Ayat (2) yang menyatakan bahwa Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran melakukan pemeriksaan kas yang dikelola oleh Bendahara Penerimaan Pembantu dan Bendahara Pengeluaran Pembantu sekurangkurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan;
3) Ayat (3) Pemeriksaan kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Kas;
4) Ayat (4) Berita Acara Pemeriksaan Kas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disertai dengan register penutupan kas sesuai dengan Lampiran D.XXI peraturan menteri ini.

Hal tersebut mengakibatkan:
a. Sisa UP/TU yang terlambat disetorkan tidak dapat segera dimanfaatkan dalam pengelolaan Kas Daerah dan berpotensi disalahgunakan;
b. Realisasi belanja yang bersumber dari SP2D-GU/TU berpotensi salah saji dan sisa GU/TU berpotensi salah teridentifikasi sebagai setoran lain; dan
c. Laporan pertanggungjawaban BPP yang tidak diverifikasi, dievaluasi dan dianalisis berpotensi tidak lengkap dan tidak didukung bukti yang memadai.

Hal tersebut disebabkan oleh:
a. Kepala BKD selaku BUD belum optimal dalam pengendalian dan pengawasan BP dan BPP dalam melaksanakan mekanisme UP/GU/TU;

b. Kepala Sub Bagian Keuangan sebagai Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) dan atasan langsung BP/BPP belum optimal dalam melakukan pengawasan dan pengendalian tugas dari BP/BPP;

c. Bendahara Pengeluaran belum mematuhi ketentuan terkait:
1) Penyetoran sisa UP sesuai ketentuan yang berlaku;
2) Pemeriksaan kas rutin terhadap pengelolaan kas pada Bendahara Pengeluaran Pembantu yang dituangkan dalam berita acara dan dilengkapi register penutupan kas;
3) Verifikasi, evaluasi dan analisis atas laporan pertanggungjawaban Bendahara Pengeluaran Pembantu.

d. Bendahara Pengeluaran Pembantu belum mematuhi ketentuan terkait: 1) Penyetoran sisa GU/TU sesuai ketentuan yang berlaku; 2) Penginputan pertanggungjawaban GU/TU berdasarkan bukti sebenarnya.

Monday, November 19, 2018

Daftar APBN/D

Regulasi tentang keuangan daerah


Laporan SKOP diterima KPK


Laporan SKOP diterima KPPU

Bersama Para Jaksa

Diterima Gubernur DKI

Laporan ke Bawaslu

Diskusi SKOP dengan Kementerian Kesehatan

Ikut mendukung Pemilu sebagai ketua KPPS

Almamater Ketua Umum







Hibah Barang dan Jasa ke Masyarakat

Pemerintah Kota Depok TA 2017 telah mengganggarkan Belanja Hibah Barang dan Jasa yang diserahkan Kepada Pihak Ketiga/Masyarakat sebesar Rp10...